Rabu, 20 Juni 2012

Little Story (Cerpen)


Hey! I'm come back ;) 
Langsung aja yahh ;) 

Little Story

Insiden kecil menjadi awal persahabatan kita
Nuansa putih abu-abu menjadi wadah bagi kisah kita
Masa awal SMA menjadi satu dari sekian kisah menarik tentang kita

“waduh mampus telat!!!” ujarku panik sambil berusaha mempercepat langkah kakiku. Tapi secepat apapun aku mencoba, sang waktu tidak akan pernah mau menunggu. Angka 07.15 telah menghiasi jam tanganku, membuatku tanpa sadar menambah kecepatan lariku di tengah lengangnya koridor sekolah akibat proses KBM yang tengah berlangsung, yang sayangnya tetap saja tidak akan mengubah keadaan bahwa aku sudah terlambat sekarang.

BRUUUUUUUKKK!!!

Karena terlalu sibuk melihat jam di tangan, tubuhku menabrak seseorang. Terdengar suara erangan cowok disusul dengan bunyi jatuhnya beberapa buku. Tak lama kudengar cowok itu mengumpat pelan.

“aduuuuuhhhh … maaf … maaf … maaf … nggak sengaja!!!” pintaku melas lalu mencoba berdiri.

“aduuuuuhhh!!!” erangku ketika menyadari kakiku sedang dalam kondisi tidak baik. Nampaknya tadi posisi jatuhku salah sehingga kakiku bisa nyut-nyutan begini. Ah shiittt!!! Pasrah aja deh, paling diceramahin bentar sama guru. Lagian juga aku masih baru di sini, baru seminggu yang lalu aku menyelesaikan Masa Orientasi Siswa di sekolah ini, SMA Victory.

“eh, loe nggak apa-apa?! Sini gue bantu” tawarnya ramah.

“kaki gue sakit” ratapku. Setelah membereskan buku-bukunya, dia membantuku berdiri dan memapahku setelah sebelumnya memintaku membawakan buku-bukunya.

“maaf banget yaa tadi gue nggak liat-liat jalan, soalnya gue udah telat banget neh. Buku loe jadi jatuh deh” ujarku merasa bersalah.

never mind. Betewe, gue Alvin Jonathan, XA. Loe?!”

“Sivia Azizah, XC”

“yaudah, gue anterin ke kelas loe yaa”

“makasih …”

***



Saat tanpa sadar kita saling membutuhkan satu sama lain
Tanpa sadar selalu berusaha menjaga dan melindungi
Rasa penyesalan muncul saat tanpa sadar kau membawaku ke duniamu

“ALVIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNN!!!” aku berteriak memanggil namanya saat ekor mataku tak sengaja menangkap bayangan sesosok pemuda tinggi berwajah oriental yang berjalan di koridor kelas, tak jauh didepanku. Sesaat dia menoleh ke arahku dan menghentikan langkahnya, membuatku semakin mempercepat langkah dan berusaha mensejajari langkahnya.

“kenapa?!” tanyanya saat aku sudah berada disampingnya. Aku langsung menggamit lengannya manja dan memasang senyum manis, sangat manis.

“ada maunya neh pasti. Let me know it” ujarnya lagi sambil tersenyum dan menatapku dengan pandangan ingin tahu. Ah, dia selalu tau apa yang sedang aku inginkan. Padahal usia pertemanan kami baru seumur jagung, tapi nampaknya dia udah cukup mengerti diriku.

“nebeng pulang, yaaa?! Kak Cakka nggak bisa jemput, dia masih di Bandung sama kak Oik, ngurusin pernikahan mereka hari minggu ntar” kak Cakka kakak kesayanganku, dan dia lagi nyiapin pesta pernikahan dengan tunangannya, Oik Cahya. Tadi pagi aku emang nebeng sama kak Cakka yang mau pergi ke Bandung sama kak Oik, dan siang ini katanya mereka masih di sana.

“mobil loe mana?!”

“dipake Shilla” aku menyebutkan nama sepupuku yang baru dateng dari Sydney.

“yaudah deh ayo, tapi gue bawa motor neh, nggak apa-apa?!”

noprob!!! Yang penting pulang”

“okeee lets go!!!”

***



“lha ini dimana, Vin?!” tanyaku heran saat Alvin memarkir cagivanya di halaman sebuah taman. Dia tidak menjawab, hanya menarik tanganku mengikutinya menuju satu titik.

“ngapain?!”

“mo ngambil ini doang kok” jawabnya serasa mengambil sebuah paket yang terletak di balik semak-semak di taman itu. Aku mengernyitkan kening heran.

“apaan tuh?!”

“ada deh. Sekarang kita balik yaa” ajaknya. Baru beberapa langkah tiga cowok berpakaian ala preman mencegat kami, membuatku tanpa sadar mencengkeram lengan Alvin. Alvin sendiri sepertinya udah cukup siaga dengan keadaan hingga dia langsung menyembunyikanku di belakangnya.

“mau apa loe?!” tanyanya dingin.

“weeettss kalem mas Nathan, apa mesti gue panggil Alvin sekarang?! Hhahaha” ujar salah satu dari tiga cowok tadi dengan nada mengejek. Nathan?! Lagi-lagi aku mengernyitkan kening heran.

to the point aja deh, mau loe bertiga apaan?!” tanya Alvin lagi.

“hhahaha gue lupa loe orangnya cerdik banget,” jelas yang lain, kemudian matanya menjelajahi tubuhku, membuat aku semakin masuk ke dalam lindungan tubuh Alvin. “tadinya sih kita pengen ngajak loe main lagi, gue masih ngga terima sama kekalahan gue yang dulu”

“tapi kayanya cewek di belakang loe boleh juga” ujar yang ketiga dengan tatapan nakal. Aku ketakutan sekarang. Tanganku mendingin dan gemetar, cengkeramanku di lengan Alvin juga menguat, membuat Alvin berbalik menatapku dan kembali menatap tiga cowok di depannya dengan pandangan tajam. Dapat kurasakan tubuhnya menegang.

“gue bukan bagian dari kalian lagi!!! Dan buat loe bertiga, jangan sampe loe berani nyentuh ne cewek. Kalo nggak, gue pastiin loe bertiga bakal selamet sampe neraka!!!” ancam Alvin dingin, lalu dia berlalu meninggalkan tiga preman itu. Tetapi sayangnya preman-preman itu sepertinya belum puas. Salah satu dari mereka menarik satu tanganku yang kosong, menyebabkan langkahku seketika terhenti.

“LEPASIN!!!” bentakku galak sambil berusaha menepis tangan preman itu. Mereka tidak menanggapi bentakanku, malah tangan mereka menowel-nowel pipiku, membuatku semakin ketakutan.

BUUUUUUUUUUUUUUUUUUGGGGHHHH!!!

“GUE UDAH BILANG JANGAN PERNAH SENTUH DIA KALO LOE NGGAK PENGEN MATI SEKARANG!!!” teriak Alvin setelah menonjok tiga preman itu.

“loe nggak pa-pa?!” tanyanya khawatir sambil memeriksa sekujur tubuhku. Wajahku memucat, tanganku dingin dan gemetar, suaraku juga seakan nggak mau keluar.

Aku langsung memeluknya erat. “pu…pulang… takut…” ujarku lirih dan terbata-bata. Dapat kurasakan Alvin mengangguk mengurai pelukannya, ganti merangkul pundakku.

“maaf yaaa udah bikin loe takut” ujarnya tulus.

***



“kenapa nasib gue apes begini sih?! Kak Cakka sibuk honeymoon sama kak Oik, si Shilla belum puas jalan-jalan sama mobil gue. Alvin ngga tau kemana. Pake acara ngga taksi lewat segala lagi. Gue baliknya gimanaaa cobaa?!” aku menggerutu kesal sambil menendang kerikil di depanku. Karna ngga ada taksi ato bahkan angkot yang lewat di depan SMA Victory, aku memutuskan untuk berjalan kaki, siapa tau ntar di jalan ada taksi lewat kan?!

“kenapa tadi gue ngga nebeng sama Ify yaaa?! Aduh bego banget sih gue!!! gini kan jadinya” aku menepuk jidatku berkali-kali, mengutuk kebodohanku menolak tawaran Ify untuk pulang bareng tadi. Sesaat aku mendongak dan menatap keadaan di sekelilingku.

“mampusss ini dimanaa cobaa?! Ahh pake acara nyasar lagiii!!! Aduh apes banget sihh?!” erangku sambil duduk di trotoar pinggir jalan. Frustasi, aku kembali memandang keadaan sekelilingku dan sama sekali tidak mengenal daerah ini.

“Ini neh, akibat jalan sambil ngomel, nyasar kan jadinya. Aduh bego banget sih loe, Vi”

“aaaaaaaaarrrrrggghhh …” lamat-lamat aku mendengar erangan seseorang. Refleks aku memutar kepala dan mencari-cari sumber suara erangan itu berasal. Aku bangkit dari dudukku, mengibaskan rok sebentar dan berjalan menyusuri semak belukar di belakangku. Suara erangan itu berasal dari dalam.

“ini pelajaran buat loe, makanya jangan pernah berani untuk menentang aturan bos, apalagi keluar dari d’ryde. Ngerti loe?!” aku langsung menghentikan langkah begitu mendengar suara yang terkesan mengancam itu. Sekarang aku memelankan langkah, berusaha agar tidak terdengar oleh mereka yang sayangnya aku ngga tau siapa.

“persetan sama bos loe!!! Gue bukan anggota kalian lagi… dasar banci!!! Beraninya main keroyokan!!!! aaaaaaaaaaaarrrrrrghhhhhhhh”  lagi-lagi aku mendengar suara erangan, kali ini disusul dengan derap langkah kaki yang makin lama makin menjauh dari posisiku berdiri sekarang, kurasa. Setelah merasa aman, aku menyingkap semak di depanku dan mataku membelalak begitu melihat sosok yang tergeletak tak berdaya dengan luka lebam di sekujur tubuhnya.

“AALLVIIIIIIIIIIIIIIIINNN!!!” pekikku histeris sambil berlari menghampirinya. Alvin mencoba duduk sambil meringis kesakitan. Aku langsung berlutut dan memeriksa sekujur tubuhnya. Darah yang menodai seragam putih abu-abu. Wajah yang penuh lebam. Sudut bibir yang sedikit sobek. Dan ooooohhh!!! Lengannya berdarah!!! Aku langsung mengeluarkan tisu dari dalam tas dan menyeka darah yang keluar dari lengan dan bibirnya.

“kenapa bisa kaya gini sih?!” tanyaku panik saat membersihkan darah di tangannya.

“mereka… mereka ngga terima… gue… gue keluar dari… dari d’ryde” jelasnya terbata sambil berusaha menahan sakit.

“d’ryde?!”

“geng motor” jelasnya lirih. “loe… loe ngapain disini?! Rumah loe kan ngga lewat sini” tanyanya.

Aku menatapnya sejenak sebelum kemudian mulai membersihkan darah di bibirnya. “gue nyasar, ngga bisa pulang” jelasku singkat.

“aaawww” ringisnya saat aku membersihkan sudut bibirnya.

“aduh sorry sorry kekencengan yaaa?!” aku tambah panik melihatnya meringis. Tangannya terangkat untuk menyentuh sudut bibirnya, tapi tanpa sadar dia malah menggenggam tanganku.

“ngga pa-pa, rada perih dikit. Makasih yaa?!” ujarnya tulus sambil memandang lurus ke mataku. Sesaat aku terpana, larut dalam tatapan lembut Alvin. Saat aku tersadar, aku langsung menundukkan wajahku yang mulai terasa panas. Sudut bibirku terangkat menyadari betapa Alvin…

“gue anter pulang yaa?!” tawarnya sambil berdiri.

“loe yakin?!” tanyaku ragu sambil memandangnya dari ujung rambut sampe ujung kaki.

“ngga pa-pa, gue kan kuat. Ayo, ntar keburu malem, takutnya Tante Gea nyariin” Alvin mengulurkan tangannya.

***



Seiring bergulirnya waktu
Seiring bertambahnya usia
Mulai timbul rasa lain untukmu
Akankah kau juga begitu?!

“hei!!!” aku mendongak saat merasakan pundakku ditepuk pelan seseorang.

“eh loe, Vin. Kenapa?!” tanyaku saat dia duduk disampingku, di bangku Ify. Sekarang emang udah jam istirahat, Ify sendiri lagi di kantin. Tapi aku masih di kelas, masih harus menyelesaikan catatan yang belum rampung kukerjakan. Aku dan Alvin memang tidak sekelas, aku di XI IA2 dia di XI IS1.

“tadi gue nyariin loe di kantin, tapi Ify bilang loe di kelas. Neh buat loe” Alvin menyodorkan dua bungkus roti dan sebotol air mineral ke arahku. Aku mengangkat alis, menatapnya dengan tatapan meminta penjelasan.

“gue tau tadi pagi loe ngga sarapan, dan gue males ngegotong orang pingsan ke UKS, jadi mending loe makan neh roti” jelasnya santai. Aku melotot dan langsung mencubit lengan kirinya. “aduuuuhh kok dicubit sih?! Sakit tau!!!” Alvin meringis sambil mengusap pelan lengan kirinya, tapi senyum jahil jelas terpeta di wajahnya, membuat aku langsung menekuk mukaku.

“maksudnya apaan tuh males ngegotong orang pingsan ke UKS?!” tanyaku dengan wajah cemberut.

“hhahaha emang bener tau. Tuh liat, muka loe udah pucet kaya mayat hidup hhahaha aduuuuuuhhh…” kembali dia meringis saat aku mencubitnya untuk kedua kali.

“ngeselin” sungutku sambil menggembungkan pipi.

“hhahaha lucu banget sih loe!!!” kali ini Alvin mencubit pipiku dan menggoyangnya perlahan.

“ALVIINN!!!” suara Zevana membuat Alvin menurunkan tangannya dari pipiku.

“yaa Ze?!” tanya Alvin seraya menghampiri Zevana yang berdiri di ambang pintu.

“loe kok malah disini sih?! Bukannya ngerjain tugas malah pacaran sama CEWEK GILA” sungut Zevana sambil menekankan intonasi pada kalimat “CEWEK GILA” dan menatapku tajam. Hhh, hubunganku dengan cewek satu itu emang ngga pernah bagus. Zevana adalah salah satu dari sekian most wanted girl di SMA Victory, dan satu sekolahan juga udah tau kalo dia ngejar-ngejar Alvin. Sayangnya di sekolah ini Alvin hanya dekat dengan satu cewek, yaitu aku. Mungkin dia merasa direndahkan, jadi ada aja yang bikin dia mincing-mancing emosiku. Kaya sekarang. Dan sekarang aku ngga bermaksud membalas ucapannya, karna ada hal yang jauh lebih penting daripada membalas ucapan ngga penting Zevana. Catatan Biologiku yang belum rampung.

“bukannya tadi katanya gue udah boleh keluar yaa?!” tanya Alvin heran. Aku meneruskan kegiatan mencatatku tanpa memperdulikan kehadiran Zevana. Dan Alvin tentu saja.

“yaaa… itu… eum… masih ada yang kurang… iya masih ada yang kurang, jadi loe diminta anak-anak buat ngelengkapinnya” jelas Zevana gugup. Aku tersenyum kecil melihat ulah Zevana. Jelas dia hanya mengarang alasan agar Alvin tidak berada di dekatku lagi.

“tapi gue…”

“ah udah deh ntar keburu bu Nani masuk” Zevana menarik tangan Alvin saat Alvin hendak berbalik ke arahku. Aku hanya bisa menghela napas melihat tingkah laku Zevana.

Alvin Jonathan.

Aku selalu senang saat dia berada di dekatku. Seakan ada euforia tersendiri, menciptakan suasana damai dalam hatiku. Aku selalu merasa tenang saat dia disisiku, saat dia merangkulku, saat dia mengacak lembut rambutku. Kadang aku bisa tersipu malu saat dia menatapku dengan tatapan lembutnya, saat dia membelai pipiku. Ahhh Alvin, kau membuatku gila!!!

Kenapa aku merasa dia… istimewa?!

“HOOOOIIIIIIII!!!” teguran Ify mengagetkanku yang sedang melamunkan Alvin. Aku langsung mengelus dada.

“ngagetin aja sih loe. Untung gue ngga jantungan” sungutku kesal lalu kembali mencatat materi Biologi yang ada di depan papan tulis.

“lama amat loe nyatet?! Nah tuh roti dari siapa?!” tanya Ify sambil duduk di sampingku.

“dari Alvin, tadi dia kesini” jelasku singkat. Tanpa memperhatikannya pun aku tau Ify sedang tersenyum menggoda sekarang, tapi aku sedang tidak punya banyak waktu untuk meladeni tingkah gilanya. Waktuku sudah terbuang [tidak] sia-sia saat Alvin kesini, ditambah kehadiran Zevana, dan sekarang aku tidak mau membuang banyak waktu untuk Ify.

“hayoooooooooo” tuh kan bener. Tapi maaf yaa Fy, sekarang aku lagi sibuk, kapan-kapan aja yaa kita becandanya, hhehehe.

***



Caramu memperlakukanku
Caramu melindungiku
Sederhana, tapi sarat makna

“halooo sweety princess!!!” sapa Alvin sambil mengulurkan tangannya saat aku keluar dari Yaris putihku. Aku mengangkat alis sejenak lantas tersenyum manis.

“halooooooo, mas jelek” balasku sambil tersenyum manis. Air muka Alvin langsung berubah kecut.

“sial loe, Vi. Bagus-bagus yaa gue panggil princess, sweety lagi, malah diledek jelek. Ngga tau yaa kalo Alvin Jonathan ini cakep banget?!” yeee si Alvin malah narsis!!!

“gue ngga minta kan, wleee” aku menjulurkan lidah ke arahnya yang masih tersenyum kecut, lalu melanjutkan “ngga tuh. Gue taunya Alvin Jonathan jelek” ujarku cuek sambil berjalan meninggalkannya. Tapi tak lama dia udah menyusulku dan langsung merangkul pundakku.

“hah iya deh whatever you saylah. Berhubung gue ganteng gue maafin deh”

“ngeeeeekkk!!!”

“kantin yuk!!!” tiba-tiba dia membelokkan langkah menuju kantin, tinggal aku yang menatapnya bengong.

“ngapain ke kantin?! Gue belom ngerjain PR neeehhh!!!” tolakku sambil berusaha melepaskan rangkulan Alvin. Tapi Alvin malah semakin erat merangkulku.

“gue ngga mau nanggung resiko loe pingsan di kelas ntar. Udah deh ikut aja apa kata gue, kita sarapan bareng disini. Gue juga belom sarapan neh” jelasnya. Baiklah, aku menyerah. Kalau udah begini, Alvin pasti ngga akan mau dibantah. Mau ngga mau aku harus nurut apa katanya, kalo ngga dia bisa berbuat lebih extreme dari ini.

“tau darimana loe gue ngga sarapan?!” tanyaku sambil menyipitkan mata saat Alvin mendudukkanku di salah satu meja di sudut kantin. Alvin hanya tersenyum lalu berjalan menuju ibu kantin untuk memesan makanan. Uuurrrgghhhh Mamaaaa!!! batinku kesal saat menyadari makna senyuman Alvin.

“kenapa cemberut gitu sih mukanya?! Jelek ah” tegur Alvin saat aku menatap malas nasi goreng di depanku. Aku kembali mengaduk malas nasi gorengku tanpa sedikitpun berniat menatap wajahnya.

“itu juga nasi gorengnya jangan diaduk-aduk terus, dimakan kenapa?!”

“bawel!!!” ketusku tanpa berniat sedikitpun menyentuh nasi goreng yang lumayan menggiurkan di depanku itu. Nikmat sih, tapi aku sedang tidak berniat untuk makan. Jadi maaf aja yaa nasi goreng yang lezat, kali ini kamu ngga ada kesempatan masuk ke dalam rongga perutku.

Sekilas kulihat Alvin mendecakkan lidah. Kemudian tangannya bergerak mengambil sendok yang sedari tadi kumainkan lalu menyendokkan nasi ke mulutku.

“Alvin apaan sih?!” seruku kaget.

“udah deh diem ngga usah banyak cingcong. Gue suapin aja kalo loe ngga mau makan!!! Jangan sampe ntar loe malah pingsan di kelas” jelas Alvin cuek sambil menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutku. Awalnya aku menolak, tapi Alvin berhasil memasukkan nasi goreng itu ke dalam mulutku. Kembali aku cemberut menatapnya.

“udah ah jangan cemberut gitu. Daripada ntar loe sakit. Udah yuk gue anterin ke kelas, ntar telat lagi”

***



“yang ini aja, Vin!!!” seruku sambil menunjuk sebuah gantungan kunci berbentuk boneka angry bird.

“heh demen banget sama angry bird. Ngga ah yang lain aja” tolak Alvin cuek sambil berjalan menyeretku keluar dari stan yang belum sampai lima menit kami masuki. Aku mengerucutkan bibir.

“kenapa sih cemberut mulu dari tadi?!” tanyanya sok polos. Uuurrrggghhh kau ini pura-pura bodoh atau apa sih?! Kan gara-gara kamu aku cemberut begini!!! Batinku sambil menatap jengkel kearahnya.

“hahaha iya deh iya gue minta maaf. Yaudah, loe sekarang mau kemana?!” tanyanya sambil tertawa geli. Tuh kan, dasar Alvin nyebelin!!!

“ke tempat yang banyak angry birdnyaaa!!! Mau beli semuaanyaaaaa!!!” sahutku riang sambil merentangkan kedua tangan. Tiba-tiba Alvin menarik sikuku, membuatku sedikit kaget atas perlakuan mendadaknya. Tanpa kentara kami bergantian posisi, aku sekarang berada di sisi dalam jalan. Aku menatapnya sambil mengernyitkan kening. Heran.

“loe itu berdiri ketengahan, tadi ada motor, telat dikit kesenggol loe, mau?!” jelasnya, seakan menyadari raut bingung di wajahku. Aku memalingkan wajah, menatap sepeda motor yang tadi hampir menyerempetku, lalu berbalik menatapnya.

“sama-sama” ujarnya sambil memasang wajah coolnya dan memasukkan salah satu tangan ke saku celana. Tangan yang lain merangkul lembut bahuku. “sekarang mau kemana?!”

***



Ketika lagi-lagi caramu membuatku merasa bahagia
Ketika lagi-lagi tingkahmu membuat hariku sempurna
Ketika lagi-lagi kau terasa begitu… istimewa

“neh yaa begini neh caranya, pertama ini dilipat kesini, trus lipat lagi kesini, trus…” Alvin sibuk mengoceh tentang cara membuat perahu kertas. Sekarang kami lagi ada di sungai tak jauh dari SMA Victory, kebetulan guru-guru pada rapat dan penyakit males pulang kumat, jadi deh aku langsung narik Alvin kesini.

“ah tau ah ribet” keluhku malas lalu menyandarkan diri ke bahunya dan memejamkan mata untuk menikmati sensasi tenang yang mulai merasuki seluruh tubuhku. Aku selalu suka tempat ini. Rasanya damai, menenangkan, dan sekarang… tempat ini terasa begitu membahagiakan. Seulas senyum tipis tersungging di bibirku menyadari penyebab tempat ini terasa membahagiakan. Apa lagi kalo bukan…

“eh, dengerin gue ngga sih?! Malah tidur loe!!!” sungut Alvin kesal. Ah, selalu saja begini. Mengganggu ketenanganku saja kau, Alvin!!!

“heh banyak bacot yaa loe?! diem bentar deh ngga usah gerak-gerak, gue udah PW neh!!!” balasku tak kalah kesal. Saat aku akan mencoba memejamkan mata kembali, Alvin kembali bergerak-gerak sambil mengangkat kepalaku.

“berat tau!!!” sungutnya saat mengangkat kepalaku. Aku mengerucutkan bibir. Sebal.

“ah loe gitu amat” sungutku sebal sambil tetap mengerucutkan bibir. Dia terkekeh kemudian tangan kokohnya terangkat untuk mengacak lembut rambutku. Dalam diam aku menikmati saat-saat bersamanya seperti sekarang ini.

“hahaha gitu aja ngambek. Neh punya loe, udah jadi” Alvin menyerahkan sebuah perahu kertas ke hadapanku, membuatku langsung menyambutnya senang dan tersenyum ceria.

“aaa makasih Alvin. You are d’best deeehh laaafffyuuu muahmuah” kataku senang sambil memberinya kissbye.

“wooiyaaa Alvin gitu lho hahaha”

“trus, sekarang diapain?!” aku bertanya sambil menampilkan wajah polosku. Alvin terlihat menggeram kesal, tapi bodo deh hahaha.

“tadi kan udah gue jelasin, makanya jangan tidur kalo orang lagi ngomong” yeee si Alvin malah ngomel, kaya emak-emak deh hahaha ._.v

“yaa abis tempatnya adem sih jadi bawaannya kepengen tidur mulu” ujarku ngeles.

“yayaya terserah loe deh. Sekarang kita hanyutin ne perahu kertas ke sungai ini” jelasnya lalu beranjak menuju tepi sungai. Aku mengikutinya dengan kening berkerut. Saat dia hendak menghanyutkan perahu kertas miliknya, aku buru-buru menahan tangannya.

“kok dihanyutin?! Ntar basah dong perahunya” tanyaku, lagi-lagi dengan nada dan wajah polosku.

Alvin mendecak kesal. “loe bener-bener ngga denger apa kata gue tadi yaa?!”

Aku menggeleng sambil tersenyum manis.

“aduh gini yaa Nona Sivia Azizah yang manis nan cantik tapi bawel dan pelupa!!!” aku yang awalnya tersenyum manis saat dia memanggilku ‘manis nan cantik’ mendadak cemberut saat dia menyebutku ‘bawel dan pelupa’. Tapi melihat raut kesal di wajahnya mengurungkan niatku untuk menyela penjelasannya. Lagian, aku suka melihat wajah kesalnya sekarang, jadi tambah ganteng, hihihi ._.v

“tadi kan loe bilang loe lagi gondok sama si Ify karna ninggalin loe buat jalan sama pacarnya, loe malah ajak gue kesini. Loe bilang loe pengen ngilangin semua kesal loe, kan?!” dia berhenti menjelaskan, dan menatapku yang masih terdiam. Aku langsung mengangguk cepat saat menyadari arti tatapannya yang kurang lebih loe–masih–dengerin–gue–ngomong–kan– atau mungkin loe–ngerti–ngga–apa–yang–gue–bilang–tadi?! Atau bisa jadi loe–inget–ngga?! eh kenapa aku malah bahas ini sih?!

“ah iya gue inget sekarang hehehe” ujarku sambil tersenyum dan memamerkan deretan gigi putihku.

“loe tuh yaaa” sekarang tangannya malah mencubit hidungku.

“ish main cubit aja. Neh rasain neh rasain rasain!!!” aku balas mencubit pinggangnya. Dia meringis sejenak sebelum tertawa geli.

“oh mulai berani yaa sama gue?! Gue kelitikin nyahok loe” dan tangannya benar-benar menggerayangi pinggangku, membuatku langsung menggeliat geli dan berusaha melepaskan diri dari agregasinya. Aku berlari saat berhasil lepas dari gelitikannya dan langsung menjulurkan lidah mengejek.

“wleee ngga kena ngga kena ngga kena wleee” ledekku sambil terus berlari.

“ngeledek gue neh ceritanya?! Okee awas yaaa ketangkep!!!”

“ngga takut!!! Wleee hahaha” dan niat menghanyutkan perahu kertas itupun hilang dengan sendirinya. Tanpa perlu menghanyutkan perahu kertas ke sungai, perasaanku sekarang sudah mulai membaik, dan itu karna kau, Alvin…

***



Tak sadarkah kau betapa hancurnya perasaanku
Saat kau hanya menganggapku… teman?!

“hahaha aduh udah deh, Vin, sakit perut neh gue dari tadi ketawa mulu, hahaha” seruku sambil berusaha meredam tawa. Alvin yang duduk disampingku malah terlihat memegang perut dengan kedua tangannya.

“habisnya…”

“Alvin udah, gue udah ngga kuat lagi ketawa neh” seruku berusaha memotong pembicaraan Alvin. Alvin hanya diam sambil tersenyum menatapku. Ditatap seperti itu oleh Alvin tentu saja membuat darahku berdesir hebat. Aku langsung mengalihkan pandangan dengan wajah memerah kearah ribuan bintang yang berkelip manja di atas sana.

Hening sejenak. Aku memejamkan mata untuk menikmati saat-saat bersamanya sekarang ini. Begitu tenang, damai, aman, dan bahagia. Perlahan senyum mulai tercipta di bibirku.

“Vi, gue naksir cewek neh” kata Alvin tiba-tiba, membuatku langsung beralih menatapnya, bingung, dan sakit hati?! Entahlah.

“ohya?! siapa?!” tanyaku berusaha terdengar biasa aja.

“gue baru kenal dia dua tahun ini sih, tapi kayanya gue udah kenal lama banget sama dia. Ada di dekat dia bikin gue ngerasa seneng banget, apalagi saat dia mulai senyum sama gue, ketawa bareng sama gue. Dia selalu bikin gue pengen ngelindungin dia setiap saat. Dia bisa bikin semua beban gue seakan hilang hanya dengan semua tingkah lucunya. Dia…” Alvin terus saja menceritakan sang gadis pujaannya sambil sesekali tersenyum kecil. Aku hanya bisa memandangnya nanar. Melihat betapa dia begitu membanggakan gadis itu membuat hatiku sakit, serasa dihujam seribu pedang, tepat di ulu hati. Dan itu terasa sangat… menyakitkan. Perlahan mataku mulai mengabur, tapi aku buru-buru mengerjapkan mata agar bola-bola kristal itu tidak meluncur turun membasahi pipi chubbyku. Setidaknya tidak di depannya.

“ohya?! pasti tu cewek beruntung banget bisa dapetin hati loe” ujarku berusaha untuk terlihat senang untuknya.

“loe mau tau siapa dia?! Dia…”

“Vin, gue mau pulang, udah ngantuk banget neh, lagian ini juga udah malem, takutnya Mama nyariin” aku buru-buru memotong ucapannya, merasa tak sanggup untuk mengenal sosok gadis pujaan Alvin.

“loe kenapa, Vi?! Loe nangis?!” tanyanya heran bercampur khawatir saat tak sengaja aku menatap matanya dengan nanar.

“ngga, gue kelilipan. Yuk balik sekarang” tanpa memedulikan reaksinya, aku menuruni tangga dan berjalan menuju Vios hitamnya yang terparkir tak jauh dari rumah pohon tempat kami bersantai tadi. Dalam diam, aku berusaha menghalau semua sesak yang tiba-tiba menghampiri. Aku menutup mulut dengan kedua tangan agar tidak menangis terisak, setidaknya tidak disini.

Harusnya aku sadar sejak dulu. Alvin hanya menganggapku teman, tak lebih. Aku tidak akan mungkin bisa mencuri hati Alvin sebagaimana dia telah mencuri hatiku. Mungkin aku hanya ditakdirkan untuk menjadi pencinta sejati tanpa perlu menuntut untuk memiliki. Mungkin aku hanya ditakdirkan untuk mencintai tanpa berharap untuk dicintai. Tapi kenapa rasanya… menyakitkan?! Sangat menyakitkan… aku sampai lebih memilih mati daripada merasakan sakit yang tak kunjung hilang ini. Oh Tuhan…

***



Terlalu perih luka yang kau torehkan
Membuatku merasa tak sanggup untuk selalu ada di dekatmu
Hingga suatu saat kau kembali
Kembali menimbulkan rasa yang dulu pernah ada
Bolehkah ku berharap kau juga merasakan hal yang sama?!

Aku mengedarkan pandangan ke sebuah gedung sekolah yang sejak lima tahun ini kutinggalkan. Senyum mulai terpeta di wajahku seiring dengan langkah kakiku yang perlahan mulai memasuki gedung SMA Victory yang selama dua tahun pernah akrab denganku ini.

Kakiku menyusuri koridor demi koridor, ruang kelas demi ruang kelas, hingga terhenti di sebuah koridor. Serpihan kenangan itu mulai bermunculan, merangkai puzzle kisah yang sampai sekarang tak kuketahui akhirnya. Aku menghela napas menyadari betapa sang waktu bahkan tak sanggup menghilangkan sosoknya dalam pikiranku. Setitik air mata tanpa sadar mulai jatuh di pipi chubbyku, membuatku tersadar dan mengusap pelan pipiku. Aku akan menarik napas saat tiba-tiba aku merasa ada yang merengkuhku dari belakang. Saat aku hendak berontak, sosok yang tengah merengkuhku dari belakang ini malah semakin erat memelukku. Beberapa kata yang keluar dari bibirnya sanggup membuatku membeku.

“gue kangen banget sama loe, jangan pergi dari gue lagi, yaa?!” bisiknya lirih di telingaku. Aku tertegun. Ini kan…

“Alvin?!” sahutku tak percaya sambil membalikkan badan. Tatapanku langsung bersibobrok dengan mata teduh milik Alvin yang kini menatapku sendu.

Tangan kokoh Alvin terangkat untuk memegang lembut kedua pipiku, memaksaku untuk terus menatap mata teduhnya.

“kenapa loe pergi ninggalin gue?!” tanyanya, sedikit terdengar frustasi.

“gue…” lidahku kelu, terlebih saat melihat tatapan sendu Alvin. Aku merasa… tercabik. Apa keputusanku meninggalkanmu salah?! Apa kepergianku membuatmu menderita?! Tapi, aku hanya tak ingin melihatmu bermesraan dengan gadis lain, terutama dengan gadis pujaanmu. Aku tak ingin mendengar ceritamu tentang gadis itu. Aku tak kuat. Apa aku salah meninggalkanmu?!

“loe ngga tau betapa frustasinya gue saat loe mendadak ngilang dari kehidupan gue?! loe ngga tau betapa kacaunya hidup gue ngga ada loe?!” cercanya sambil terus menatapku sendu. Aku menundukkan pandangan, tak kuasa menatap mata teduhnya yang kini terlihat begitu rapuh di depanku. Aku merasa begitu… jahat. Jahat karena telah menyakiti Alvin, orang yang slama ini mengisi takhta hatiku.

“gue…” lagi, lidahku terasa kelu, tak sanggup untuk mengeluarkan ribuan kata yang sudah tersusun rapi di pikiranku. Otakku mendadak kosong saat dia tiba-tiba menarikku dalam pelukan dan mendekapku erat.

“gue sayang banget sama loe. Please, jangan tinggalin gue lagi. Gue ngga bisa hidup tanpa loe” akunya lirih di telingaku, tapi sanggup membuatku merasa seakan dialiri listrik seribu volt. Tadi, Alvin bilang kalau dia…

“loe…”

“cewek itu loe, Via. Loe yang slalu bikin hari-hari gue terasa begitu sempurna. Loe yang slalu bikin gue ngerasa pengen ngejagain seseorang, dan orang itu loe. Loe yang slalu bikin gue kacau saat gue ngeliat loe nangis. Loe yang bikin gue ngerasa kaya orang gila karna loe ninggalin gue. Dan loe yang bikin gue jatuh cinta lagi sama cewek, dan cewek itu loe, Via. I love you more than you know, Sivia Azizah”

Tanpa bisa dicegah, air mata yang sedari tadi tertahan di pelupuk mataku mengalir dengan sendirinya. Belum pernah aku merasa sebahagia ini seumur hidupku. Aku hanya mempererat pelukanku tanpa sanggup mengeluarkan sepatah katapun.

“jangan tinggalin gue lagi, yaa?!”

-the end- 

Thanks for read! Keep RCL! ;)

Pandangan Pertama (Cerpen)

Hey Heyyy ketemu sama gue lagi nihhh ;) 
daripada banyak bacot mending langsung aja yaa ;) 




Pandangan Pertama

Alvin’s P.O.V

“ALVIN!!!”

Gue yang lagi asyik-asyik nurunin tangga dua-dua sekaligus otomatis berhenti gitu dengar suara lembut di arah bawah. Kepala gue langsung nengok ke bawah, ke arah suara lembut itu berasal.

“yaa, Ma?!”

“mau kemana kamu sore-sore begini?!” tanya Mama gue tersayang. Mama gue cantik banget dah, awet muda lagi, padahal udah punya cucu lho, jadi wajar aja anaknya ganteng begini, hhahaha *pletak

“Alvin mau ke rumah mbak Aya” gue nerusin kegiatan gue tadi, loncat dua anak tangga sekaligus, dan huuupp!!! Sekarang gue udah nyampe di depan Mama gue tercinta. “mau ngajak Icha jalan” lanjut gue.

“yeee kirain mau ngajak cewek mana gitu, taunya ngajak Afika” keluh Mama.

“hadeeeeehhh si Mama, Icha kan cewek juga, Ma”

“tapi kan dia anak kecil Alvin, lima tahun aja belom. Jangan-jangan kamu pedofil yaa?!” tanya Mama curiga. Sembarangan emang Mama gue, anaknya ganteng keren begini dikatain pedofil?! Gue masih demen cewek tauk!!!

“kagak lah Ma, ahelah dikira Alvin ngga normal apa demen anak kecil?! Alvin juga masih doyan cewek cakep kali, Ma”

“yaa kamu sih, udah segede gini pacar aja belum punya. Nah itu, kenapa sore-sore gini malah jalan sama anak kecil?!”

“dititipin Mbak Aya, Mamaku sayangku kasihku cintaku. Mbak Aya udah nelpon-nelpon neh katanya si Icha mencak-mencak mulu dari tadi kelamaan nungguin Alvin. Yaudah Alvin pergi dulu yaaa, jangan kangen lhooo”

“malah ngegombal sama Mama. Kamu itu yaaa udah gede narsisnya ngga ilang-ilang. Udah sana, salam sama mbak Zahra sama mas Dayat yaa”

“siap booosss!!!”

Gue langsung ngacir ke garasi, ngeluarin swift silver gue, dan tancap gas ke rumah mbak Aya. Zahra Nathariva sih sebenernya, tapi karna dulu pas kecil gue cadel, jadi gue manggilnya mbak Aya, keterusan sampe sekarang. Enam tahun lalu kakak gue tersayang itu merried sama temen kuliahnya, namanya Dayat Stevant. Sekarang mas Dayat adalah direktur utama sebuah perusahaan gede di Jakarta, mbak Aya sendiri dokter di rumah sakit ngga jauh dari perusahaan mas Dayat. Nah kalo Afika itu anak mereka. Namanya Afika Stevania, tapi gue lebih seneng manggil dia Icha, abisan dia sendiri juga nyebut dirinya Icha. Eh kok gue jadi bahas ini yaa?!

“Oom APIIIIINNN!!!” teriak seorang anak kecil gitu mobil gue masuk di halaman sebuah rumah. Pas gue buka pintu mobil, tu anak kecil langsung meluk gue.

“Oom Apin lama banget sih?! Icha tungguin dari tadi juga” keluh anak kecil tadi, Afika, ponakan gue tersayang. Yaiyalah orang ponakan gue cuma dia. Biar umurnya lima tahun ngga nyampe, tapi dia ngga cadel kaya anak kecil kebanyakan. Gue aja kalah, pas umur-umur dia gue masih cadel tuh, hhahaha.

“Oom ketiduran, hhehehe. Mama mana?!” berasa tua banget dah gue pake Oom-Oom segala, padahal KTP aja belom punya -_______-

“ada di dalem. Kita pergi sekarang yuk Oom” Afika main tarik tangan gue aja, orang gue mau pamit ke mamanya dulu juga, takut dikira nyulik anak orang, kan berabe noh urusannya.

“eee bentar Oom mau nyamperin Mama Icha dulu, Icha tunggu di mobil aja yaa?!”

“okeee, jangan lama-lama yaaa!!! Kalo ngga, loe – gue – END !!!” ujarnya sambil tangannya nunjuk gue, nunjuk dia, nyilangin kedua tangannya, dan diayunkan bersamaan, mirip gaya loe gue end deh. Buset ne bocah gaul amat yaa?! Kebanyakan gaul sama Oomnya sih, hhahaha.

“iye-iye, bawel ah loe, dasar bocah. Satu lagi, jangan panggil Oom dong, berasa tua neh, padahal masih muda gini, ganteng lagi, panggil kak Alvin aja yaaa?!” rayu gue. Afika langsung ngetuk-ngetukin jari di dagu, masang tampang belagak mikir tuh, bikin gue gemes setengah mampusss!!!

“nggak mau ah, ntar Icha dibilang anak durhaka, manggil Oom pake kakak” jelasnya polos, ato sok polos yaa?! Tau deh bomat, gue udah keburu gondok sama dia. Gue langsung balik badan dan nyamperin kakak gue tersayang, nagih duit jalan, hhahaha *pletak

“mbak Ay, gue pergi dulu yaaa” ujar gue pamitan.

“mau loe bawa kemana tu bocah?!”

“kemana kek, yang penting jalan”

“sarap ah loe jalannya sama anak kecil”

“bawel loe, masih mending neh mau gue jagain biar loe bisa tenang pergi sama mas Dayat, ngga tau terima kasih banget sih loe?!” keluh gue. Yaa sebenarnya mereka emang nitipin Afika ke gue sih soalnya mereka mau ada acara apa gitu gue lupa, ngga penting juga sih buat gue.

“songong banget loe ngomong sama gue?!”

“hhehehe pisslope mbabrooooo” abis ngomong gitu, gue langsung nadah tangan. Ongkos jalan dong yaa, hhahaha

“mau ngapain loe?!” tanyanya telmi. Aduh kakak gue kadang suka telmi dah, oon bener.

“ongkos jalan dong Mbak, ah gimana sih?!”

“pake duit loe aja, gue lagi ngga ada uang cash neh”

“anak anak loe juga ngapa pake duit gue?! rugi dong”

“pelit loe sama ponakan sendiri”

“biarin, cepetan ah ntar Icha ngambek lagi”

“pake duit loe aja deh ntar sebelum pergi gue transfer ke rekening loe”

“bener yaaa?!”

“iya bawel loe!!! Udah sana pergi”

“okeee booosss!!!”

“Oom Apin lama banget sih?! Icha jamuran neh nunggunya” sungut Afika pas gue buka pintu mobil. Setdah ne bocah atu, baru juga mau duduk udah disemprot. Untung aja tu bocah imut, kalo ngga udah gue depak tuh.

“Oom nagih setoran dulu, hhahaha. Yaudah, sekarang Icha mau kemana?!”

“ESKRIIIIIIMMM!!!”

***



Sivia’s P.O.V

“hadeh suram banget sih hidup gue?! Ditinggal keluar kota sama bonyok, kak Cakka honeymoon sama kak Oik, nah si Ify ikut-ikutan pacaran sama Rio. Sendiri kan gue sekarang?! Mana di rumah bibi pulkam lagi, haduuuuuuuuuuuuhhh!!!” gue ngomel-ngomel sendiri neh. Berasa orang gila deh jalan-jalan sendiri di taman kota sambil ngomel ngga jelas. Tiba-tiba gue ngeliat anak kecil duduk sendirian di kursi taman.

“samperin ah, kasian juga tu bocah sendirian” ujar gue lalu jalan nuju tu anak kecil, tapi sebelumnya gue beli eskrim dulu satu, buat sogokan, hhahaha

“hei adik kecil, kok sendirian?!” tegur gue sambil senyum manis. Gue emang seneng banget sama anak kecil, maklum anak bungsu, kakak gue juga belum punya anak.

“lagi nunggu Oom neh, tapi nyasar, aduh gimana yaa?!” jelasnya panic, hampir nangis malah, ngga tega juga gue.

“kakak temenin yaa?! neh kakak punya eskrim buat kamu. Jangan nangis lhooo” gue nyerahin eskrim ‘sogokan’ itu ke anak kecil tadi.

“makasih kakak cantik” tanyanya lucu, bikin gue ngga tahan pengen nyubit pipinya.

“sama-sama. Emang Oom-nya kemana?!” tanya gue sambil duduk di sebelah Afika. Dia sendiri langsung sibuk sama eskrimnya. Dasar anak kecil.

“tadi kan Oom Apin ijinnya ke toilet, tapi Icha kelamaan nunggu jadi Icha jalan-jalan dulu, eh pas mau balik Icha lupa tempat tadi Icha duduk sama Oom Apin, nyasar deh” jelasnya lucu. Ada-ada aja deh emang Oomnya, ngga kasian apa sama anak kecil?! Ditinggalin ke toilet sendirian, dasar ngga berperikemanusiaan tuh.

“kakak cantik juga, kok sendirian?! Ngga jalan sama pacarnya yaa?!” tanya Afika polos. Setdah ne bocah, kecil-kecil udah tau pacaran, gini neh anak kecil jaman sekarang, kelewat gaul.

“hus anak kecil kok ngomongnya pacaran sih, masih kecil juga”

“Icha udah gede tau” ujarnya ngga mau kalah.

“Icha masih kecil, sekolah aja belom”

“huuuu kakak cantik sok tau, Icha udah sekolah tauk, di TK Kasih Bunda” jelasnya ngga mau kalah, sambil mulut digembungin, ngambek. Hhahaha lucu banget sih ne bocah.

“aduh kakak cantik sakit. Pipi Icha jangan dicubit-cubit ah. Sama aja kaya Oom Apin deh suka nyubit pipi Icha. Ntar pipi Icha ilang!!!” dia makin ngambek, bikin gue langsung ketawa ngakak. Ada-ada aja deh ne bocah. Masa gara-gara dicubit pipi bisa ilang?! Kempes iya *pletak

“yaa ganti aja sama pipi bakpao, hhahaha”

“uuuuurrrggghhh kakak cantik mah sama aja kaya Oom Apin, masa pake pipi bakpao sih?!” kembali dia bersungut sambil memanyunkan bibirnya. Apa tadi katanya?! Sama kaya Oom Apin lagi?! Emang siapa sih Oom Apin itu?! Penasaran juga gue.

***



Alvin’s P.O.V

Hhhhhhhhh leganyaaa!!! Gara-gara mbak Aya ngga ridho neh pasti makanya perut gue melilit gini. Keluar dari toilet gue langsung celingukan nyari Afika, tu bocah mana yaa kok ngga ada?! Ck kebiasaan deh baru juga ditinggal bentar udah kelayapan, gue juga kan yang susah?!

“ICHAAA!!!” gue teriak manggil nama dia sambil ngedarin pandangan ke semua titik di cafĂ© yang gue datangin bareng Afika tadi. Ngga ada!!! Dia ngga ada!!! AFIKA NGGA ADA!!! Waduh mampus gue!!!

“Mas, liat anak kecil yang duduk disana ngga?!” tanya gue sama pelayan cafĂ© yang kebetulan lewat di dekat gue sambil nunjuk meja yang tadi gue tempatin sama Afika.

“tadi keluar Mas” jelasnya sambil nunjuk pintu keluar.

“makasih yaa Mas”

Gue langsung keluar café setelah sebelumnya bayar di kasir dan berhenti sejenak di depan café. Di seberang café ada deretan toko yang gue yakin ngga mungkin anak sekecil Afika bakal masuk kesana. Apalagi tu bocah rada takut nyebrang jalan sendirian, jadi ngga mungkin banget dia bakal kesana. Di sebelah kiri ada toko buku, lebih ngga mungkin lagi, orang dia lima tahun aja belom mana ngerti baca. Pandangan gue pindah ke sebelah kanan.

Taman.

Mungkin aja sih. Gue perhatiin tu taman juga lumayan eye catching, bisa bikin semua orang betah di situ. Gue langsung jalan ke taman dan sekali lagi ngedarin pandangan ke seluruh titik di taman itu yang mungkin terjangkau oleh pandangan mata gue. Ngerasa ngga nemu apa-apa, gue masuk lebih dalam. Tiba-tiba gue ngeliat sesosok cewek rambut pendek lagi ngobrol sama anak kecil. Kaya Icha deh.

“ICHAAAAAAA!!!” panggil gue dengan volume gila-gilaan dan langsung berlari menghampiri anak kecil dengan cewek tadi.

Tu anak kecil langsung noleh ke gue dan pasang tampang datar. “Oom Apin lama banget sih?!” tanyanya ketus sambil cemberut.

“maaf deh, abis kebelet sih, hhehehe. Icha kebiasaan deh, kan tadi Oom bilang jangan kemana-mana. Kok main kabur-kaburan sih?!”

“Icha kan bosen Oom. Untung ada kakak cantik yang nemenin” jelasnya. Kakak cantik?! Oh iya gue lupa, tadi kan gue ngeliat dia sama cewek.

Ooooooowww meeeeeeeeen gilaaaaa !!! Gue baru pernah ngeliat cewek secantik dia!!! Bidadari turun ke bumi kali yaaa?! Speechless gue bener deh. Rambutnya, wajahnya, pipi chubbynya, kulitnya, senyumnya. Uuuuhhhh gue meleleh neh meleleeehh!!! Senyumnya manis bangeeeeeett!!! MAMAAAAA GUE JATUH CINTA SAMA NE CEWEK!!!

“hm makasih yaa udah nemenin adek gue, mmm …” gue garuk-garuk leher, ngga tau siapa namanya, tadi Afika manggilnya kakak cantik sih. Lebih tepatnya gugup sih diliatin sama cewek secantik dia.

“gue Via, Sivia Adisha. Loe sendiri?!” tu cewek ngenalin namanya ke gue, mungkin ngeliat gue rada ragu kali yaa?! Hhehehe.

“oh iya, makasih yaa Via. Gue Alvin, Alvin Nathaniel. Ngga tau deh apa jadinya ne bocah kalo ngga ada loe. Maaf yaa jadi ngerepotin”

“ngga masalah. Dia adek loe?! Kok manggilnya Oom?! Gue kirain yang dicarinya tuh bapak-bapak, taunya cowok seumuran gue”

“gue kan Oom paling kece dan ganteng tiada tara, hhahaha”

“yeee Oom Apin malah narsis”

“hhehehe ngga, dia anak kakak gue. Loe lagi sibuk?!”

“ngga juga, kenapa?!”

“gabung sama kita aja, ngga seru juga sih jalan sama anak kecil kaya Icha”

“Icha bukan anak kecil Oom Apin!!!”

“anak kecil ikut aja loe. Mau ngga Vi?!”

***



Alvin’s P.O.V

gue Via, Sivia Adisha. Loe sendiri?!

Via, Sivia Adisha.

Sivia Adisha

Haduh, mendadak ucapan tu cewek tadi sore berputar lagi di kepala gue.

Sivia Adisha.

Nama yang unik, kaya orangnya. Gue masih ingat jelas senyumnya, manis banget mameeeenn!!! Apalagi dia kayanya seneng banget sama Afika, keliatan dari tadi mereka berdua ngacangin gue mulu, berasa bodyguard gue -_____-

Mendadak gue senyum-senyum sendiri pas ada yang ngira kita bertiga [re: gue, Sivia, Afika] keluarga kecil yang lagi ngajak anaknya jalan-jalan. Gue langsung masang senyum sekenanya, ee tu cewek malah salting dikatain begitu, hhahaha jadi makin gemes gue.

Apa gue sms dia aja?! Ato BBM aja kali yaa?! Eum, di mention aja deh. Aduh kok gue mendadak bingung gini sih?! Mamaaaaaaaaa!!!

“kenapa, Vin?!” tau-tau Mama udah duduk di samping gue yang lagi tiduran di ranjang. Kaget, gue langsung bangkit dan duduk di sebelah Mama. Gue langsung mikir, apa tadi gue teriak manggil Mama yaa?!

“eh Mama, kok disini?! Kapan nyampenya, kok Alvin ngga denger suara Mama masuk?!” tanya gue sambil natap Mama.

“tadi Mama emang pengen ke kamar kamu, eh ngeliat kamu lagi ngelamun. Apa sih yang dipikirin, sayang?!” tanya Mama sambil belai rambut gue. Keterusan, gue jadi tiduran di paha Mama. Untung deh, berarti tadi gue cuma teriak dalam hati :DD

“Alvin tadi ketemu cewek, Ma” cerita gue. Gue emang terbiasa jujur sih sama Mama, contoh neh perilaku anak baik hhahaha *pletak

“paling Afika” tanggap Mama males, masih belai rambut gue yang ada dipangkuannya. Belaian Mama gue yahuuudd euy, bikin gue nyaman banget dan ngga mau bangun rasanya.

“kok Icha sih?! Cewek beneran tau, seumuran Alvin, anak Pertiwi kelas XI IA. Tuh kan, pinter lagi, hhahaha”

“SMA Pertiwi?! Anaknya Tante Echa juga sekolah di Pertiwi lhoo” jelas Mama.

“Tante Echa?! Temen Mama yang fun dan nyentrik abis itu?!”

“yang mana lagi?! Tapi Mama lupa nama anaknya. Betewe, cantik ngga?!” tanya Mama lagi.

“cantik, bangeet” jawab gue menggebu-gebu.

“Alvin suka?!” tanya Mama setengah menggoda.

“suka banget!!! Alvin jadiin pacar ah”

“kenalin ke Mama lhooo, awas kalo ngga” ujar Mama setengah mengancam.

“eum ngga mau ah”

“bandel yaaa sekarang” Mama nyubit hidung gue pelan, hhahaha mesra banget yaa kita?! Jangan envy yaa :p

“hheheheee”

“yaudah, Mama mau keluar dulu, jangan senyum-senyum sendiri lhooo. Mama ngga mau anak Mama yang ganteng ini jadi gila” ledek Mama, bikin gue yang awalnya senyum manis –karna dibilang ganteng– mendadak senyum kecut –dibilang gila– dan cemberut.

“Mama apaan sih gitu banget sama anak sendiri”

“hhahaha. Gudnite my sweetest son”

“gudnite too Mom”

***



Sivia’s P.O.V

Haduh, kenapa gue jadi senyum-senyum begini yaaa?!

Tu cowok ganteng bangeeeeettt!!! Gue jadi melting liat senyumnya. Sumpah demi apapun tu cowok …

“Via…” teguran kak Cakka menghentikan lamunan gue tentang Alvin –cowok ganteng dengan senyumnya yang bikin gue melting– dan noleh malas ke arah kakak gue. mendadak gue sebel lagi sama dia neh, gara-gara dia ninggalin gue sendirian di rumah selama dua minggu dan asyik honeymoon sama kak Oik. Ee tapi gara-gara dia honeymoon juga kan gue bisa ketemu Alvin tadi, ngga jadi sebel deh gue, hhhehehe…

“apa?! Masih inget punya adik di rumah?!” tanya gue ketus. Marah lagi aja deh, seru tau ngambek sama kak Cakka, hhahaha *pletak

“hhehehe sorry deh sorry. Gue lupa Mama sama Papa masih di Makassar” cengirnya sambil garuk-garuk tengkuk. Halah, alasan basi!!! Pasti dia udah ngebet banget pengen bikin dedek sama kak Oik jadi langsung kabur ke Bali sehari setelah mereka nikah. Mana bonyok juga ikut-ikutan kabur ke Makassar, tinggallah gue sendirian di rumah segede istana ini dalam waktu dua minggu. DUA MINGGU!!! Untung aja gue masih hidup, ngga mati bosen ditinggalin sendirian.

“tapi buktinya loe ngga mati bosen kan?!” tanya kak Cakka, langsung bikin gue cengo. Apa iya tadi gue bilang apa yang gue pikirin?!

“ngga kok, gue kan emang bisa baca pikiran loe, hhahaha” ujarnya sambil tersenyum penuh kemenangan, bikin gue cengo kuadrat. Kakak gue udah gila kali yaa?! Kok dia bisa tau gue mikir apa sih?!

“heh seenaknya loe ngatain kakak loe gila!!! Ekspresi loe mudah ditebak tau!!!” sungutnya sambil melipat tangan di dada. Sialan neh cicak satu, orang gue dari tadi cengo kok, paling yang ada cuma ekspresi shock doang, kok dia bisa tau gue ngatain dia gila?!

“nah itu loe barusan bilang, udah deh berenti ngomong ngga jelas kaya gitu, gue denger tau” kembali dia bersungut ria. Oo jadi dari tadi gue …

“iya, dari tadi loe ngomel-ngomel mulu, ngga nyadar apa?!” sungutnya sewot, bikin gue langsung nyengir.

“hheheheee kirain tadi gue ngomong dalam hati, taunya keceplosan yaa?!” tanya gue polos.

“halah sok polos lagi loe. Betewe, kenapa loe senyam-senyum ngga jelas kaya orang gila tadi?!”

“gue … gue … gue … aaaaaaaa”

“kenapa loe?! Kesambet?! Masa jin kesambet jin sih?!”

“sialan loe kak, adeknya lagi seneng juga”

“hhehehe pisslope darl… jadi kenapa?! Eum, gara-gara cowok yaaa?!”

“kok loe tau?!”

“apasih yang ngga kakak loe tau tentang loe, hhahaha”

“ish dasar penguntit loe!!!”

“hhahaha aduh … aduh … Via sakit … hhahaha berarti beneran gara-gara cowok neh … akhirnya adek gue punya cowok jug … aduh … aduh … aduh … Via sakit … ampun … ampun … aduh …duh … aduuuuhh…”

“ah loe mah kak godain gue mulu. Sana ah loe sama kak Oik aja” gue cemberut abis mukulin kak Cakka.

“hhehehe siapa sih cowoknya?!” tanya kak Cakka lembut.

“eum, Alvin”

“Alvin?! Ada tuh kenalan gue namanya Alvin, dia sering jemput anak kecil yang tinggal ngga jauh dari rumah Oik” anak kecil?! Afika bukan yaa?! Masalahnya gue ngga tau rumah Afika dimana, rumah kak Oik sih gue tau.

Tiba-tiba BB gue getar, pas gue liat siapa yang iseng sms gue jam segini, gue langsung pasang senyum lebar.


From : 08123456xxxx

Gud nite kakak cantik :DD
Afika’s uncle ;)


“hhahaha cowoknya sms euy, yaudah deh gue keluar dulu, ngga mau ganggu gue, hhahaha”

“dari tadi kek”

***



Author’s P.O.V

“Oom Apiiiiinnn!!!” Afika berlari menghampiri Alvin yang baru aja nyimpan swift silver di garasi rumahnya. Hari ini dia emang pulang telat, soalnya ada latihan basket di SMA Pelita. Alvin mengernyitkan kening, perasaan gue ngga ada janji mau jalan sama Icha deh, kok ne bocah ada disini yaa?! Batinnya heran.

“kok Icha disini?! Sama siapa?!” tanya Alvin seraya membungkukkan badan sehingga tingginya sejajar dengan gadis kecil kesayangannya itu.

“dianter Mama tadi. Kita jalan-jalan sama kakak cantik yuk” ajak Afika tiba-tiba.

“Oom kan baru pulang sekolah, masih capek, keringetan lagi, besok aja yaa?!” bujuk Alvin. Jalan-jalan sama Via?! Siapa yang mau nolak?! Masalahnya sekarang Alvin lagi capek banget, tulang-tulangnya serasa mau retak. Hal pertama yang ada di pikirannya adalah tidur. Tapi kayanya rencananya harus ditunda dulu deh, soalnya Alvin paling ngga bisa nolak keinginan Afika.

“yah, Oom Apin kok gitu sih?! Icha udah nungguin dari tadi juga. Ayolah Oom, sama kakak cantik juga kok, yaa yaa yaa?!” Afika masih membujuk Alvin, bikin Alvin dilemma sendiri.

“tapi Oom capek, Icha. Pengen tidur neh”

“uuurrgghhh Oom Apin jahat, Icha ngga mau main sama Oom Apin lagi” Afika ngambek, tangan dilipat bibir manyun, bikin Alvin menghela nafas pasrah. Hhh, kalo udah gini mau ngga mau deh.

“yaudah deh, Oom mandi dulu, Icha tunggu di dalem sana”

“cepetan yaaa”

“iya bawel”

***



“sore kakak cantik” sapa Alvin dengan senyum lebar saat Via membuka pintu rumahnya. Alvin keliatan ganteng walau dia cuma make T-shirt putih dan jaket yang dinaikkan sesiku, serta celana jeans hitam dan sepatu kets, sangat santai dan kasual. Sivia sendiri mengenakan celana kotak-kotak diatas lutut dengan tanktop putih yang ditutupi kemeja.

“sore juga, Oom Apin” balas Via tersenyum meledek.

“kok Oom sih?! Berasa tua neh gue, padahal masih ganteng imut gini” kesal Alvin setengah narsis.

“cocok kok, hhahaha” tawa Via meledak seketika melihat wajah cemberut Alvin.

“hhh padahal udah dandan keren-keren neh. Tapi yaudah deh ngga pa-pa, berhubung gue ganteng gue maafin deh” ujar Alvin sekenanya, gantian Via yang tersenyum masam.

“hhahaha muka loe jangan segitunya dong. Neh buat loe, special buat kakak cantik” Alvin menyerahkan setangkai mawar putih ke Sivia, karna gadis itu memang penggila mawar putih.

“aaa tengkyuuuuuuuuu” girang Via sambil mencium mawar putih pemberian Alvin.

“jalan sekarang?!” ajak Alvin sambil menyodorkan sikunya.

“yukk!!!” Via dengan serta merta menyusupkan lengannya disiku Alvin dan berjalan menuju mobil Alvin yang terparkir di depan rumah Via.

***



Ternyata Alvin membawa mereka [re: Sivia dan Afika] ke Dufan. Kontan saja Afika terlonjak girang dan langsung menarik tangan Via untuk mencoba semua wahana yang ada di dufan itu. Kenapa Via?! Karna Alvin yang emang fisiknya udah capek langsung nyari alasan biar terhindar dari agregasi Afika. Alhasil sepanjang Via dan Afika nyoba semua wahana itu, Alvin hanya memperhatikan mereka dari jauh. Tak jarang senyuman-senyuman kecil tercipta di bibirnya dan kameranya mengabadikan momen kedua gadis yang tanpa sadar telah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

“Oom Apiiinn!!! Ikut Icha sama kakak cantik yuk, jangan main sama kamera mulu” ajak Afika sambil menarik lengan Alvin dengan tangannya yang bebas.

Alvin menahan Afika dan berjongkok agar tingginya sejajar dengan gadis kecil itu. “Icha main sama kak Via aja yaa, Oom capek neh abis main basket tadi. Ngga pa-pa yaa?!” bujuk Alvin. Walau dia tau Afika adalah gadis kecil yang paling ngga bisa ditentang kemauannya, tapi sekarang badannya emang ngga bisa diajak kompromi. Alvin udah kecapean banget, nampak dari raut wajahnya yang rada pucat.

“Icha maunya main sama Oom Apin sama kakak cantik” keukeuh Afika. Alvin menatap Via meminta pertolongan.

“Icha main sama kakak aja yaa?! Ngga kasian tuh sama Oom Apin mukanya pucet gitu?! besok-besok kita main lagi deh bertiga, sekarang Icha main sama kakak dulu, yaa?!” Via ikutan membujuk Afika setelah melihat raut wajah Alvin yang memang sedikit lebih pucat. Terbersit rasa khawatir dihatinya, namun cepat-cepat ditepisnya.

“yaaaaaahhhh…” Afika mendesah kecewa, membuat Alvin mau tidak mau harus kembali memutar otak agar gadis kecil ini tidak merasa kecewa dengannya.

“Oom janji besok kita jalan-jalan seharian, besok minggu kan?! Terserah Icha deh mau jalan kemana, yaaa?!” Alvin terus berusaha membujuk gadis kecil di depannya itu seraya menahan lelah di badannya. Niatnya pengen tidur langsung muncul.

“bener yaaa besok kita jalan-jalan yaaa, awas kalo Oom Apin main basket sama temen-temen Oom Apin” ancam Afika.

Mendengar ucapan Afika, Alvin langsung menepuk jidat, lupa bahwa besok dia ada janji basket bareng Dayat dan Iyel.

“tuh kan bener!!! Besok awas main basket yaaa, ngga mau tau jam tujuh udah ada di rumah Icha titik!!!” seru Afika puas.

“kok jam tujuh sih?! Oom belom bangun tuh, jam sebelas deh” tawar Alvin, sebenarnya agar dia bisa main sama Dayat dan Iyel.

“ngga mau, jam tujuh pokoknya. Kakak cantik mau yaaa?!” giliran Afika menatap Via meminta persetujuan. Via yang sedari tadi melihat perdebatan Alvin dan Afika hanya tersenyum tipis.

“terserah Icha aja deh, yang penting Icha seneng. Sekarang main sama kakak dulu yaa?! Biar Oom Apin istirahat dulu, yaa?!” ujar Via lembut, membuat Afika mengangguk seketika.

“okeee”

“anak pinter. Yaudah Vin, loe tidur di mobil dulu sana, muka loe pucet banget tuh. Gue ngga mau yaa ngegotong orang pingsan disini” ledek Via setengah khawatir.

Alvin tersenyum, mengecup singkat pipi Afika, dan mengacak lembut rambutnya.

“iihh Oom Apin jangan diacak!!! Kebiasaan banget sih tangannya” keluh Afika malas, membuat Alvin terkekeh geli dan bangkit berdiri setelah sebelumnya kembali mengacak rambut gadis kecil kesayangannya ini.

“oke, tengs banget, Vi. Gue titip Icha, yaa, sumpah capek banget neh. Ntar samperin gue di mobil aja yaa” ujar Alvin serasa tersenyum manis ke Via, semanis yang ia bisa ditengah kelelahan yang menderanya.

“oke oke oke, udah sana loe, makin pucet tu muka. Serahin Icha sama gue deh” usir Via khawatir.

“okeee. Makasih banget yaa, gue ke mobil dulu. Dah Icha, dah kakak cantik, hhehehe” goda Alvin sambil mengacak rambut Via dan segera berlalu meninggalkan kedua gadis itu menuju swift slivernya. Via sendiri langsung menggandeng tangan kecil Afika masuk kembali ke dufan.

“sekarang, kita mau kemana?!”

***



“Oom Apiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnn!!!” Afika berteriak di telinga Alvin yang masih pulas dibalik selimutnya.

“apaan sih Cha?! Masih ngantuk neh” ujar Alvin malas dan kembali menutupi kepalanya dengan selimut. Afika menyibakkan selimut Alvin dan mengguncang heboh badan Oomnya itu.

“Oom Apin banguuuuuuunnn!!! Oom Apin kan udah janji mau jalan sama Icha sama kakak cantik!!!” seru Afika semangat.

“sana ah Cha, satu jam lagi deh, Oom masih ngantuk neh semalam begadang nonton bola” jelas Alvin kembali menarik selimutnya.

Afika ngga menyerah gitu aja. Dia berlari keluar kamar Alvin. Alvin yang menyadari Afika udah keluar langsung melanjutkan tidurnya. Tapi baru aja matanya terpejam, kembali seruan Afika mengganggu tidurnya.

“Oom Apin bangun!!! Kok tidur lagi sih?!”

“ngantuk, Cha!!!”

“nggak malu sama kakak cantik apa?!” seruan Afika menyadarkan Alvin. Kakak cantik?! Jangan-jangan…

Alvin menyibakkan selimutnya dan duduk dengan cepat. Matanya melihat Via berdiri dengan senyum geli di depan pintu kamarnya. “eh Via, kok loe ada disini?!” tanya Alvin dengan tampang awut-awutan, khas orang bangun tidur.

“gue disuruh Icha bangunin loe. Gimana sih loe yang janji malah masih ngorok jam segini?!” jelas Via tertawa, bikin Alvin langsung menggaruk tengkuk, salting.

“hhehehe yaudah deh kalian tunggu diluar, gue mandi dulu”

“ngga pake lama yaa Oom?! Lima menit udah ada dibawah” celetuk Afika sambil narik tangan Via keluar dari kamar Alvin.

***



“loe suka?!” tanya Alvin saat mereka berdua nyantai di taman ilalang, Afika sendiri lagi main di tempat permainan anak tak jauh dari taman itu. Alvin langsung merebahkan tubuhnya, menjadikan tangan kirinya sebagai bantal dan menekuk kaki kanannya. Tangan kanannya sibuk memainkan sebatang ilalang, sedang kaki kirinya dibiarkan tetap lurus.

“suka banget!!! Makasih yaa” ujar Via yang duduk menyila disamping Alvin. Matanya terpejam menikmati semilir angin yang membelai lembut wajahnya.

“buat apa?!” tanya Alvin tanpa mengalihkan pandangannya ke Via.

“makasih buat hari ini, buat jalan-jalan yang ngga bakal gue lupain seumur hidup gue”

“karna jalan sama gue yaaa?! Hhahaha”

“PD banget loe”

“kenyataan lagi. Vi…” Alvin memanggil Via dan menegakkan badannya.

“apa?!” sahut Via, masih memejamkan matanya.

“liat gue dong”

“apa sih?!” Via menatap malas ke arah Alvin. Kesempatan itu digunakan Alvin untuk mengecup singkat pipi kanan Via.

“I Love You, jadi cewek gue mau?!”

“Oom APIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNN!!!”

***



“ALVIN!!!”

Alvin terlonjak kaget dan terbangun dari tidurnya. Tampak mamanya berdiri disisi kiri ranjang Alvin dengan berkacak pinggang.

Hah?! Tadi gue cuma mimpi?! Buseeeeettt kirain beneran, batin Alvin sambil geleng-geleng kepala dan mengacak-acak rambutnya.

“kenapa geleng-geleng?! Sekarang kamu cepet mandi dan pake baju yang udah Mama siapin, sekarang!!!” perintah Mamanya galak.

“emang mau kemana?!” tanya Alvin polos.

“kamu ini lupa ato sok lupa sih?! Kan udah Mama kasih tau, Mama mau ngenalin kamu sama anaknya Tante Echa. Anaknya baru pulang dari luar negeri dan akan sekolah di SMA Pelita. Sekarang kamu cepet mandi, Mama tunggu lima belas menit lagi di bawah” lalu Mama Alvin beranjak keluar dan meninggalkan Alvin yang terbengong sendirian.

“Tante Echa?! Apa mungkin … ?!”

***



“Sivia?!”

“Alvin?!”

“Lho, kalian udah saling kenal?! Gimana ceritanya?! Kan Via baru pulang dari London, dan Alvin juga ngga pernah ke London” tanya Mama Via heran karna anaknya ternyata udah saling kenal.

Via menggaruk tengkuknya yang ngga gatal dan menatap Alvin bingung.

“Ma, Tan, Alvin ngajak Sivia jalan dulu yaa?! Mama sama Tante makan-makan aja dulu deh” Alvin langsung menarik tangan Via menjauhi kedua Mama mereka.

“Vin, itu… itu…” Via terlihat bingung saat Alvin mengajaknya menuju sebuah taman tak jauh dari cafĂ© tempat Mama mereka janjian tadi.

“gue ngga tau ini mimpi ato ngga, tapi tawaran gue gimana?!” tanya Alvin sambil menaikturunkan alisnya, bikin wajah Via langsung memanas dan perlahan dia menunduk.

“eum…”

“ahelah pake mikir lagi. Neh gue kasih ini deh, special buat kakak cantik. So, would you be my girl, Sivia Adisha?!” tanya Alvin seraya berlutut dan menyerahkan sebuket mawar putih untuk Via. Via terbelalak kaget dan wajahnya kembali memanas.

“yes, I would, Alvin Nathaniel” lirih Via sambil tersenyum malu. “aduh Alvin jangan peluk-peluk, sesek neh” Via berusaha melepas pelukan tiba-tiba Alvin.

“hhehehe…”

“Oom Apin, kakak cantik!!!” seruan seorang anak kecil membuat Alvin melepaskan pelukannya dan menatap anak kecil yang mendekat ke arah mereka.

“Icha?!” tanya keduanya bersamaan. “jadi ini mimpi ato bukan?!”

*the end*